Manusia pada dasarnya adalah makhluk budaya yang harus
membudayakan dirinya. Kebudayaan adalah gaya hidup suatu pergaulan hidup. Gaya
hidup ini adalah kesatuan jiwa dan bentuk materiil, hubungan yang organis dan
yang tak dapat diduga.( Bouman,1972;146). Manusia sebagai makhluk budaya bisa
melepaskan diri dari ikatan nalurinya serta mampu menguasai alam sekitarnya
dengan alat pengetahuan yang dimilikinya.Hal itu berbeda dengan hewan yang
mereka pada dasarnya tidak bisa melepaskan dari ikatan naluri dan alam sekitarnya.
Budaya tidak dapat dipisahkan dari konsep Dwi Tunggal, yaitu tidak ada masyarakat
tanpa kebudayaan dan tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat. Budaya adalah suatu
cara hidup yang hidup dan berkembang dan diturunkan pada generasi- generasinya.
Kebudayaan erat hubungan erat dengan masyarakat. Segala sesuatu yang terdapat
dalam masyarakat itu diatur oleh kebudayaan itu sendiri. Hampir seluruh
kebudayaan yang kita miliki adalah warisan dari nenek moyang kita. Amat sedikit
tindakan manusia yang dilakukan tanpa proses belajar karena dia menjadi sebuah
kebiasaan. Kebiasaaan yang terus berlangsung akan menghasilkan suatu
kebudayaan.
Koentjaraningrat
(2002;181) menarik kesimpulan sebagai berikut.
kata
“ kebudayaan” dan “ culture”. Kata kebudayaan berasal dari
bahasa sansekerta buddhayah, yaitu
bentuk jamak dari buddhi yang berarti
“budi” atau “akal”. Sehingga kebudayaan dapat diartikan :” hal-hal yang
bersangkutan dengan akal”. Adapun kata “culture”
yang merupakan kata asing yang sama artinya dengan “kebudayaan” berasal dari
kata latin colere yang berarti
“mengolah, mengerjakan”, terutama mengolah tanah atau bertani. Atau upaya serta
tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam”.
Kebudayaan
sebagaimana diterngkan dimiliki oleh setiap masyarakat. Perbedaaanya terltak
pada kebudayaanmasyarakat yang satu lebih sempurna daripada kebudayaan yang
lain, di dalam perkembangannya untuk memenuhi segala keperluan masyarakatnya.
Dalam hal ini kebudayaan akan melahirkan suatu peradaban dan peradaban tersebut
akan terus berkembang sehingga menjadi peradban yang tinggi.
Berdasarkanlatar
belakang yang telah disampaikan penulis diatas, maka penulis membuat rumusan
masalah sebagai berikut.
Geerts secara jelas
mendefinisikannya. “Kebudayaan adalah suatu sistem makna dan simbol yang
disusun..dalam pengertian di mana individu-individu mendefinisikan dunianya,
menyatakan perasaannya dan memberikan penilaian-penilaiannya; suatu pola makna
yang ditransmisikan secara historik diwujudkan di dalam bentuk-bentuk simbolik
melalui sarana di mana orang-oarang mengkomunikasikan, mengabadikannya, dan
menmgembangkan pengtahuan dan sikap-sikapnya ke arah kehidupan; suatu kumpulan
peralatan simbolik untuk mengatur perilaku, sumber informasi yang
ekstrasomatik”. Karena kebudayaan merupakan suatu sistem simbolik, maka proses
budaya haruslah dibaca, diterjemahkan, dan diinterpretasikan (Kuper; 1999, 98).
Konsep kebudayaan simbolik yang
dikemukakan oleh Geertz diatas adalah suatu pendekatan yang sifatnya
hermeneutic . Suatu pendekatan yang lazim dalam dunia seniotik. Pendekatan
hermeunetik inilah yang kemudian menginspirisasikannya untuk melihat kebudayaan
sebagai teks-teks yang harus dibaca, ditranslasikan, dan diinterpretasikan.
Pengaruh hermeunetic dapat kita lihat dari beberapa tokoh sastra dan filsafat
yang mempengaruhinya, seperti Kenneth Burke, Susanne langer, dan Paul Ricouer.
Seperti Langer dan Burke yang mendefinisikan fitur/keistimewaan manusia sebagai
kapasitas mereka untuk berperilaku simbolik. Dari Paul Ricouer, ia mengambil
gagasan bahwa bangunan pengetahuan manusia yang ada, bukan merupakan kumpulan
laporan rasa yang luas tetapi sebagai suatu struktur fakta yang merupakan
simbol dan hukum yang mereka beri makna. Sehingga demikian tindakan manusia
dapat menyampaikan makna yang dapat dibaca, suatu perlakuan yang sama seperti
kita memperlakukan teks tulisan (Kuper; 1999, 82).
Geertz menfokuskan konsep
kebudayaan kepada nilai-nilai budaya yang menjadi pedoman masyarakat untuk
bertindak dalam mengahadapi berbagai permasalahan hidupnya. Sehingga pada
akhirnya konsep budaya lebih merupakan sebagai pedoman penilaian terhadap
gejala-gejala yang dipahami oleh si pelaku kebudayaan tersebut. Makna berisi
penilaian-penilaian pelaku yang ada dalam kebudayaan tersebut. Dalam
kebudayaan, makna tidak bersifat individual tetapi publik, ketika sistem makna
kemudian menjadi milik kolektif dari suatu kelompok. Kebudayaan menjadi suatu
pola makna yang diteruskan secara historis terwujud dalam simbol-simbol.
Kebudayaan juga menjadi suatu sistem konsep yang diwariskan yang terungkap dalam
bentuk-bentuk simbolik yang dengannya manusia berkomunikasi, melestarikan, dan
memperkembangkan pengetahuan mereka tentang kehidupan dan sikap-sikap terhadap
kehidupan (Geertz; 1992a, 3).
Aspek individu dapat dikatakan sebagai manusia,
sehingga definisi manusia adalah Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin),
yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu
menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah
konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok atau
seorang individu. Definisi manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh
Allah dan dianugerahiNya akal, hati, fisik. Yang membedakan antara manusia
dengan hewan adalah akal. Maka ada yang berpendapat bahwa manusia itu hewan
yang berakal. Karena dari segi fisik memang tidak ada beda dengan hewan tetapi
yang membedakannya adalah akal.Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh
lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari
satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal
(geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan.
Individu (manusia), masyarakat dan kebudayaan adalah
aspek-aspek sosial yang tidak bisa dipisahkan. Ketiganya mempunyai keterkaitan
yang sangat erat. Tidak akan pernah ada masyarakat maupun kebudayaan apabila
tidak ada individu, karena individu yang selanjutnya mengelook dan menjadi
masyarakatlah yang merupakan pencipta dari suatu kebudayaan. Sementara di pihak
lain untuk mengembangkan eksistensinya sebagai manusia, maka individu
membutuhkan keluarga dan masyarakat, yaitu media di mana individu dapat
mengekspresikan aspek sosialnya.
Di samping itu, individu juga
membutuhkan kebudayaan yakni wahana bagi individu untuk mengembangkan dan
mencapai potensinya sebagai manusia. Dimana ide-ide seni yang kemudian
menciptakan sebuah kebudayaan baru di dalam masyarakat, yang kemudian di
akultursikan dengan budaya yang sebelumnya sehingga menciptakan budaya yang
unik dan khas.Lingkungan sosial yang pertama kali dijumpai individu dalam
hidupnya adalah lingkungan keluarga. Di dalam keluargalah individu
mengembangkan kapasitas pribadinya. Di samping itu, melalui keluarga pula
individu bersentuhan dengan berbagai gejala sosial dalam rangka mengembangkan
kapasitasnya sebagai anggota keluarga. Sementara itu, masyarakat merupakan
lingkungan sosial individu yang lebih luas. Di dalam masyarakat, individu
mengejewantahkan apa-apa yang sudah dipelajari dari keluarganya. Individu belum
bisa dikatakan sebagai individu apabila dia belum dibudayakan. Artinya hanya
individu yang mampu mengembangkan potensinya sebagai individulah yang bisa
disebut individu. Untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya ini atau untuk
menjadi berbudaya dibutuhkan media keluarga dan masyarakat.
Apa yang menjadi kesepakatan bersama warga masyarakat adalah kebudayaan, yang antara lain diartikan sebagai pola-pola kehidupan di dalam komunitas. Kebudayaan di sini dimengerti sebagai fenomena yang dapat diamati yang wujud kebudayaannya adalah sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari serangkaian tindakan yang berpola yang bertujuan untuk memenuhi keperluan hidup. Serangkaian tindakan berpola atau kebudayaan dimiliki individu melalui proses belajar yang terdiri dari proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.Karena di dalam masyarakat orang-orang yang hidup bersama menghasilkan kebudayaan, sehingga masyarakat sebagai pendukung, pemelihara, dan pelestaridari budaya yang telah mereka miliki yang kemudian di wariskan kepada anak cucunya.
Apa yang menjadi kesepakatan bersama warga masyarakat adalah kebudayaan, yang antara lain diartikan sebagai pola-pola kehidupan di dalam komunitas. Kebudayaan di sini dimengerti sebagai fenomena yang dapat diamati yang wujud kebudayaannya adalah sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari serangkaian tindakan yang berpola yang bertujuan untuk memenuhi keperluan hidup. Serangkaian tindakan berpola atau kebudayaan dimiliki individu melalui proses belajar yang terdiri dari proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.Karena di dalam masyarakat orang-orang yang hidup bersama menghasilkan kebudayaan, sehingga masyarakat sebagai pendukung, pemelihara, dan pelestaridari budaya yang telah mereka miliki yang kemudian di wariskan kepada anak cucunya.
Keterkaitan
anatara individu, masyarakat dan kebudayaan sangatlah erat dalam kehidupan
individu itu sendiri maupun orang banyak. Individu harus bersosialisai dalam
masyarakat sehingga melestarikan kebudayaan dan menimbulkan kebudayaan baru
yang mencirikan budaya Bangsa Indonesia sendiri. Dimana yang kita ketahui bahwa
budaya bangsa Indonesia memiliki budaya yang sangat banyak karena, antara
masyarakat yang di pisahkan oleh suatu batas wilayah ataupun batas antar pulau
juga memoiliki budaya yang khas, antara satu dengan yang lain. Sehngga ciri
kebudayaan ada karena terdapat pada pendukung kebudayaan tersebut, yakni
individu ataupun sekelompok orang bahkan masyarakat dimana diantara mereka
membawa kebudayaannya masing-masing sehingga membedakan dengan kebudayaan
masyarakat yang lainnya.
Selain itu terdapat tiga wujud
kebudayaan yaitu :
1. Wujud
pikiran, gagasan, ide-ide, norma-norma, peraturan,dan sebagainya. Wujud pertama
dari kebudayaan ini bersifat abstrak, berada dalam pikiran masing-masing
anggota masyarakat di tempat kebudayaan itu hidup.
2. Aktifitas
kelakuan berpola manusia dalam masyarakat. Sistem sosial terdiri atas
aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan serta bergaul
satu dengan yang lain setiap saat dan selalu mengikuti pola-pola tertentu
berdasarkan adat kelakuan. Sistem sosial ini bersifat nyata atau konkret.
3. Wujud
fisik, merupakan seluruh total hasil fisik dari aktifitas perbuatan dan karya
manusia dalam masyarakat.
Berdasarkan penggolongan wujud budaya di
atas kita dapat mengelompokkan budaya menjadi dua, yaitu: Budaya yang bersifat
abstrak dan budaya yang bersifat konkret.
- Budaya yang Bersifat Abstrak
Budaya yang bersifat abstrak ini
letaknya ada di dalam alam pikiran manusia, misalnya terwujud dalam ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan cita-cita. Jadi
budaya yang bersifat abstrak adalah wujud ideal dari kebudayaan. Ideal artinya
sesuatu yang menjadi cita-cita atau harapan bagi manusia sesuai dengan ukuran
yang telah menjadi kesepakatan.
- Budaya yang Bersifat konkret
Wujud budaya yang bersifat konkret
berpola dari tindakan atau peraturan dan aktivitas manusia di dalam masyarakat
yang dapat diraba, dilihat, diamati, disimpan atau diphoto. Koencaraningrat
menyebutkan sifat budaya dengan sistem sosial dan fisik, yang terdiri
atas: perilaku, bahasa danmateri.
- Perilaku :
Perilaku adalah cara bertindak atau bertingkah
laku dalam situasi tertentu. Setiap perilaku manusia dalam masyarakat harus
mengikuti pola-pola perilaku (pattern of behavior) masyarakatnya.
- Bahasa :
Bahasa adalah sebuah sistem
simbol-simbol yang dibunyikan dengan suara (vokal) dan ditangkap dengan telinga
(auditory). Ralp Linton mengatakan salah satu sebab paling penting dalam
memperlambangkan budaya sampai mencapai ke tingkat seperti sekarang ini adalah
pemakaian bahasa. Bahasa berfungsi sebagai alat berpikir dan berkomunikasi.
Tanpa kemampuan berpikir dan berkomunikasi budaya tidak akan ada.
- Materi : Budaya materi adalah hasil dari aktivitas atau perbuatan manusia.
Bentuk materi misalnya pakaian, perumahan, kesenian, alat-alat rumah tangga,
senjata, alat produksi, dan alat transportasi.
Kebudayaan
mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Kebutuhan
masyarakat bidang spiritual dan materiil sebagian besar dipenuhi oleh
kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri.Hasil karya masyarakat
melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama di
dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan alamnya. Pada taraf permulaan,
manusia semata-mata bertindak dalam batas-batas untuk melindungi dirinya. Taraf
tersebut, masih banyak dijumpai pada masyarakat yang hingga kini masih rendah
tahap kebudayaannya. Keadaannya sangat berlainan dengan masyarakat yang sudah
kompleks, dimana taraf kebudayaannya lebih tinggi. Hasil kebudayaannya yang
berupa teknologi memberikan kemungkinan-kemungkinan yang sangat luas untuk
memanfaatkan hasil-hasil alam dan apabila mungkin menguasai alam.
Hasil
karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai
kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkunga. masyarakat
yang memiliki peradaban rendah biasanya belum memiliki tempat tinggal yang
menetap karena mereka bergantung pada lingkungan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Tingkat tekhnologi mereka juga sama sekali belum mengalami kemajuan.
Karenya pendidikan untuk mengolah dan menguasai kemampuan alam sangatlah
kurang. Perkembangan tekhnologi di negara- negara besar seperti Amerika
Serikat, Rusia, Prancis, Jerman, dan sebagainya, merupakan beberapa contoh
negara yang masyarakatnya tidak lagi pasif menghadapi tantangan alam sekitar.(
soekamto, 2012: 156).
Karsa
masyarakat yang merupakan perwujudan norma dan nilai-nilai sosial yang dimana
dapat menghasilkan tata tertib dalam pergaulan kemasyarakatan. Karsa
merupakan daya upaya manusia untuk melindungi diri terhadap kekuatan-kekuatan
lain yang ada di dalam masyarakat. Untuk menghadapi kekuatan- kekuatan yang
buruk, manusia terpaksa melindungi diri dengan cara menciptakan kaidah-kaidah
yang pada hakikatnya merupakan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia
harus bertindak dan berlaku di dalam pergaulan hidup.
Soekamto, ( 2012: 156) menarik
kesimpulan sebagai berikut.
Karsa masyarakat mewujudkan nilai dan norma- norma dan nilai- nilai sosial
sangat diperlukan untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulan kemasyarakatan.
Karsa merupakan daya upaya manusia untuk melindungi diri terhadap kekuatan-
kekuatan lain yang ada dalam masyarakat. Kekuatan- kekuatan yang tersembunyi
dalam masyarakat tidak selamanya baik. Untuk menghadapi kekuatan- kekuatan yang
buruk manusia terpaksa melindungi diri
dengan cara menciptakan kaidah- kaidah yang pada hakikatnya merupakan petunjuk-
petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berlaku di dalam
pergaulan hidupnya.
Kebudayaan
mengatur bgaimana kita melakukan tindakan, perbuatan, juga menentukan sikapnya
apabila mereka akan berhububgan dengan orang lain. Kebudayaan juga menjadi
peraturan dalam berperilaku. Setiap orang bagaimanapun kehidupannya, mereka
akan melakukan suatu kebiasaan yang mungkin akan membedakan mereka dengan
masyarakat lain. Kebiasaan mereka itu merupakan suatu perilaku pribadi. Pribadi
dalam artian, setiap orang memiliki kebiasaan sendiri. Meski dalam satu
lingkungan yang sam mungkin satiap penghuninya memiliki kebiasaan yang berbeda.
Jadi setiap orang akan membentuk kebiasaan yang khusus bagi dirnya sendiri agar
dapat dibedakan dengan orang lain.
Kebiasaan
yang baik pada dasarnya akan diakui dan dilakukan oleh masyarakat. Lebih jauh
lagi, kebiasaan tersebut akan mendapat pengakuan dari masyarakat sehingga
kebiasaan itu dijadikan menjadi patokan bagi masyarakat untuk bertindak.
Kebiasaan yang teratur dilakukan oleh seseorang, kemudian dijadikan dasar bagi
hubungan antara orang- orang tertentu sehingga menimbulkan norma atau kaidah.
Kaidah yang timbul dari masyarakat biasanya dinamakan sebagai adat istiadat.
Adat istiadat masyarakat oada dasarnya berbeda- berbeda. Adat- istiadat itu
bersifat tidak tertulis dan dipelihara secara turun temurun.
Di
samping adat- istiadat, ada kaidah yang dinamakn sebagai peraturan (hukum).
Peraturan ini sengaja dibuat dan bersifat tegas dalam pelaksanaannya.
Peraturan disini mengatur hal secara
batiniah maupun lahiriah agar tercapai suatu keserasian antara keduanya.
Peraturan ini dibuat oleh lembaga negara yang diberi wewenang oleh presiden.
Peraturan ada yang bersifat tertulis dan ada yang tidak, di Indonesia peraturan
ini dinamakn sebagai hukum adat.
Dalam
kehidupan masyarakat pasti ada pola-pola perilaku yang merupakan cara- cara
masyarakat untuk bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh
semua anggota masyarakat. Pola-pola perilaku tadi sangat dipengaruhi oleh
kebudayaan masyarakatnya. Dalam mengatur hubungan antarmanusia, kebudayaan
dinamakn juga dengan normatif yaitu kebudayaan adalah suatu garis- garis pokok
tentang perilaku atau blue print for behaviour yng menetapkan peraturan-
peraturan mengenai apa yang seharusnya dilakukan, apa yang dilarang, dan lain
sebagainya.(soekamto.2012:158).
Kaidah
mencakup peraturan yang berbagai warna dan mencakup bidng yang luas. Namun,
untuk kepentingan penelitian masyarakat, secara sosiologi dapat dibatasi pada
empat hal, yaitu:
1. Kaidah-
kaidah yang dipergunakan secara luas dalam suatu kelompok menusia tertentu.
2. Kekuasaan
yang memperlakukan kaidah- kaidah tersebut.
3. Unsur- unsur
fornal kaidah tersebut.
4. Hubungannya
dengan ketentuan- ketentuan hidup lainnya.
Apabila manusia sudah dapat hidup berdampingan dengan
masyarakat lain, sehingga timbul rasa tentram dan timbul keinginan untuk
menciptakan sesuatu untuk menyatakan gagasan atau perasaan kepada orang lain,
maka itu juga termasuk fungsi dari kebudayaan. Misalnya, seni musik, dia
tercipta tidak hanya untuk mengatur
hubungan antara manusia,namun juga untuk mewujudkan perasaan kepada seseorang.
Dengan demikian, fungsi kebudayaaan sangat besar bagi manusia, yaitu untuk
melindungi diri terhadap alam, mengatur hubungan antar manusia dan sebagai
wadah segala perasaan.
Kebudayaan
setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar maupun unsur-
unsur kecil yang merupakan bagian suatu kebulatan yang bersifat sebagai
kesatuan. Misalnya dalam kebudayaan indonesia dijumpai unsur besar seperti
umpamanya majelis Permusyawaratan Rakyat, di samping adanya unsur- unsur kecil
seperti sissir, kucing, atau hal- hal lain yang lebih kecil pengaruhnya
terhadap kebudayaan.
Beberapa
orang sarjana telah mencoba merumuskan unsur- unsur pokok kebudayaan tadi.
Misalnya, Melville J. Herskovits mengajukan empat unsur pokok pembentuk
kebudayaan. Yaitu:
1. Alat- alat tekhnologi.
2.
Sistem Ekonomi
3. Keluarga
4. Kekuasaan Politik.
Sedangkan Malinovski, yang terkenal
sebagai salah seorang pelopor teori fungsional dalam antropologi, menyebut
unsur-unsur pokok kebudayaan antara lain:
1.
Sistem norma yang memungkinkan kerja
sama antara para anggota masyarakat
2.
di dalam upaya menguasai alam
sekelilingnya,
3. Organisasi ekonomi
4. Alat-alat dan lembagaatau petugas
pendidikan; perlu diingat bahwa
keluarga merupakan lembaga pendidikan
yang utama.
5. Organisasi kekuatan
Masing- masing dari unsur pembentuk
tersebut, dapat dikelompokkan sehingga berunsur ilmiah dan diklasifikasikan ke
dalam unsur-unsur pokok atau besar kebudayaan, yang lazim disebut cultural universal , universal apat di
mengerti denagan istilah lain yaitu budaya dapat di jumpai di setiap dan
dimanapun di penjuru dunia. Unsur-unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universal sebagai berikut:
a.)
Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
(pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi ,
transpor, dan sebagainya);
b.)
Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem
ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan
sebagainya);
c.)
Sistem kemasyarakatan (sistem
kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan);
d.)
Bahasa (lisan maupun tertulis);
e.)
Kesenian (seni rupa, seni suara, seni
gerak, dan sebagainya);
f.)
Sistem pengetahuan
g.)
Religi (sistem kepercayaan).
(
Sosiologi; skematika,Teori dan Terapan, 1994; 46)
Beberapa
unsur pembentukan budaya perusahaan antara lain :
1. Lingkungan usaha; lingkungan dimana perusahaan itu beroperasi akan
menentukan apa yang harus dikerjakan oleh perusahaan tersebut untuk mencapai
kebrhasilan.
2. Nilai-nilai (values); merupakan konsep dasar dan
keyakinan dari suatu organisasi.
3. Panutan/keteladanan; orang-orang yang menjadi panutan atau teladan
karyawan lainnya karena keberhasilannya.
4. Upacara-upacara (rites
dan ritual); acara-acara ritual yang diselenggarakan oleh perusahaan
dalam rangka memberikan penghargaan pada karyawannya.
5) “Network”;
jaringan komunikasi informal di dalam perusahaan yang dapat menjadi sarana
penyebaran nilai-nilai dari budaya perusahaan.
Eugene McKenna dan Nic Beech (2000) membagi budaya
organisasi atau budaya perusahaan atas beberapa komponen pembentuk, yaitu :
1)
Filosof, yang menjadi panduan penetapan
kebijakan organisasi baik yang berkenaan dengan karyawan ataupun klien.
2)
Nilai-nilai dominan yang dipegang oleh organisasi.
3)
Norma-norma yang diterapkan dalam bekerja.
4)
Aturan main untuk berelasi dengan baik dalam organisasi yang harus dipelajari
oleh anggota baru agar dapat diterima oleh organisasi.
5)
Tingkah laku khas tertentu dalam berinteraksi yang rutin dilakukan.Perasaan
atau suasana yang diciptakan dalam organisasi.
(Unsur pembentuk kebudayaan.wordpress.com)
Istilah dalam pola-pola budaya pengertian
Pola BudayaKarekteristik dari suatu budaya. Pola budaya adalah tatanan dari
unsur kebudayaan yang menjadi dasar keutuhan suatu kebudayaan tertentu. Pola
budaya adalah konsep menggambarkan interelasi dari sebuah kelompok berdasarkan
orientasi kultural.Nilai adalah sebuah kepercayaan yang didasarkan pada sebuah
kode etik di dalam masyarakat,efektifitas komunikasi antar manusia,termasuk
komunikasi antar budaya,sangat tergantung pada pemahaman tentang makna dalam
nilai.
Bahasa adalah kebudayaan ditemukan hanya dalam masyarakat manusia sebab hanya manusialah yang dapat mengembangkan sistem simbol dan simbol dan menggunakannya secara lebih baik.
Sanapiah, S (1967; 68) menarik kesimpulan sebagai berikut.
Bahasa adalah kebudayaan ditemukan hanya dalam masyarakat manusia sebab hanya manusialah yang dapat mengembangkan sistem simbol dan simbol dan menggunakannya secara lebih baik.
Sanapiah, S (1967; 68) menarik kesimpulan sebagai berikut.
Komplek-
komplek kebudayaan juga saling berpadu untuk membentuk unit- unit yang lebih
dari kebudayaan. Unit-unit yang terakhir ini disebut sebagai istilah pola-pola
atau konfigurasi- konfigurasi kebudayaan. Suatu pola kebudayaan olahraga
nasional lahir bila sepak bola, bola basket, dan atleti yang masing- masing
adalah komplek- komplek kebudayaan digabungkan menjadi satu untuk membentuk
sebuah pola olahraga. Demikian juga halnya, mobil- mobil dan komplek-komplek
kebudayaan mekanis lainnya adalah merupakan tanda- tanda dari suatu pola
kebudayaan tekhnologi di dalam suatu masyarakat tertentu.
Pola budaya menurut Edward T. HallSetiap
kebudayaan mengajarkan cara-cara tertentu untuk memproses informasi yang masuk
dan keluar ‘dari dan ke’ sekeliling mereka. Misalnya mengatur bagaimana setiap
anggota budaya memahami proses pertukaran informasi maupun kemasan informasi
itu sendiri.Sebuah kebudayaan dimana suatu prosedur pengalihan informasi
menjadi lebih sukar dikomunikasikan disebut Budaya Kontek Tinggi (High Context Culture) sedangkan sebuah
kebudayaan dimana suatu prosedur pengalihan informasi menjadi lebih gampang
dikomunikasikan disebut Budaya Kontek Rendah (LowContext Culture). Keseragaman-keseragaman utama diantara
kebudayaan-kebudayaan itu berpusat kepada kemampuan-kemampuan dan
kebutuhan-kebutuhan pokok dari manusia.
Di
dalam setiap masyarakat terdapat jenis-jenis tingkahlaku kusus yang berkaitan
dengan aspek komunikasi, proses memperbanyak keturunan yang dianggap sah,
pemerintahan, aktivitas di bidang perekonomian, rekreasi, dan agama. Ini semua
adalah unsur-unsur seta bentuk-bentuk dari kebudayaan (struktur-struktur
institusional) yang membentuk serta dapat dianggap sebagai pola-pola kebudayaan
yang universal. Berhubung pola-pola kebudayaan yang universal itu dipandang
serta tampak sebagai apa yang bisa disebut sebagai suatu tahap pertmbuhan (generic level) dari analisa, maka
penting juga bahwa ada juga variabilitas yang besar didalam cara orang
mewujudkan pola-pola kebudayaan tersebut .
Gambaran konsepsi yang harus dimiliki oleh mahasiswa ialah pada gambaran yang menunjukan pola-pola universal sebagai tingkahlaku yang berhubungan dengan fungsi-fungsi pokok tertentu, yang didapatkan secara biologis maupun secara kulturil dan terdapat dimana-mana.
Gambaran konsepsi yang harus dimiliki oleh mahasiswa ialah pada gambaran yang menunjukan pola-pola universal sebagai tingkahlaku yang berhubungan dengan fungsi-fungsi pokok tertentu, yang didapatkan secara biologis maupun secara kulturil dan terdapat dimana-mana.
Kebudayaan terjadi akibat adanya
kebiasaan. Dalam hal ini kami memilih untuk study kasus tentang kebudayaan
plagiarism yang sangat dilarang karena melanggar hak cipta seseorang.
Plagiarism menjadi momok jahat bagi dunia pendidikan Indonesia. Untuk
mengetahui tentang plagiarism kami membuat angket yang kami bagikan kepada 22
respondet.
Kesimpulan
1.
Apakah anda pernah melakukan plagiat?
Delapan
belas dari dua puluh dua respondet yang telah mengisi angket menjawab bahwa
mereka pernah melakukan plagiat dengan alasan belum mengetahui secara jelas
tentang tidak diperbolehkannya plagiat. Plagiat banyak dilakukan pada masa
sebelum di Perguruan Tinggi. Empat respondet lainnya menjawab mereka tidak
pernah melakukan plagiat. Karena mereka sudah tahu kalau plagiat itu tidak
baik, sehingga mereka selalu menyertakan rujukan apabila copy paste.
2.
Menurut anda apakah itu hal yang baik
atau buruk?
Delapan
belas dari dua puluh respondet menjawab bahwa plagiat merupakan hal yang buruk
dengan alasan akan mematikan kreatifitas anak bangsa, sehingga mereka malas
untuk berfikir dan bangsa kita akan menjadi terbelakang. Dua dari dua puluh dua
menjawab baik dan tiga orang menyatakan bahwa plagiat itu bisa dikatakan baik
atau buruk tergantung pada kebutuhan.
3.
Bagaimana dengan mahasiswa saat ini yang
copy paste makalah di media sosial?
Kebanyakan
dari respondet menjawab bahwa seharusnya mahasiswa tidak mengcopy paste semua
isinya, melainkan yang penting- penting saja, atau sebagian saja dan juga
disertakan rujukan yang jelas. Lebih baiknya kalau bacaaan itu dikembangkan
dengan bahasnya sendiri.
4.
Bagaimana seharusnya menyikapi hal
tersebut?
Responden
menjawab untuk menyikapi plagiarisme harus dimuli dari diri kita sendiri,
apabila kita sudah mengetahui bahwa hal itu salah maka, sebaiknya jangan
melakukannya. Plagiarism adalah hal yang melanggar hak seseorang. Kita perlu
menghargai karya orang lain dengan cara tidak mengcopy paste. Seharusny akita
lebih percaya diri terhadap karya sendri.
5.
Dua puluh satu respondet beranggapan
bahwa plagiat adalah hal yang buruk bagi masa depan karena itu akan mematikan
kreatifitas amnak bangsa, merusak dan menghilangkan jati diri bangsa, membuat
malas, dan tidak mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa
dari masyarakat. Tidak ada kebudayaan apabila tidak ada masyarakat dan tidak
ada masyarakat jika tanpa kebudayaan. Kebudayaan berasal jadi suatu kebiasaan
yang terjadi pada suatu kelompok msyarakat. Konsep perkembangan untuk melihat
kebudayaan sebagai teks-teks yang harus dibaca, ditranslasikan, dan
diinterpretasikan.Keterkaitan anatara individu, masyarakat
dan kebudayaan sangatlah erat dalam kehidupan individu itu sendiri maupun orang
banyak. Individu harus bersosialisai dalam masyarakat sehingga melestarikan
kebudayaan dan menimbulkan kebudayaan baru yang mencirikan budaya Bangsa
Indonesia sendiri.
Fungsi dari kebudayaan sendiri memiliki Hasil
karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai
kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan. Dan karsa
yeng melahirkan norma- norma sehingga menjadi peraturan yang dianut oleh para
pengikutnya. Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur
besar maupun unsur- unsur kecil yang merupakan bagian suatu kebulatan yang
bersifat sebagai kesatuan. Pola budaya adalah
tatanan dari unsur kebudayaan yang menjadi dasar keutuhan suatu kebudayaan
tertentu.
Abdulsyan. 1994. Sosiologi; Skematika, Teori, & Terapan. Jakarta. Bumi Aksara.
Bouman, P.J. 1972. Sosiologi Pengertian dan Masalah.
Jogjakarta. Jajasan
Kanisius.
Faisal,S. 1967. Sosiologi; Kepribadian Sosialisasi dan Kebudayaan. Departmen
Pendidikan
Sosial FIP IKIP Malang.
Soekanto,S. 2012. Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta. Kharisma Putra Utama
Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar